Buku Harian Ari Part 13
Buku Harian Ari Part 13
Akhwat Misterius
Ari
Perjalanan birahiku semalam cukup membuatku kelelahan pagi ini walaupun sudah beristirahat di rumah orang tuaku, sampai-sampai aku bangun kesiangan. Setelah selesai sarapan pagi, ibuku meminta tolong untuk mengantarkannya ke pasar desa untuk membeli bahan masakan. Setibanya di pasar tersebut, aku hanya menunggu di luar pasar, karena jujur aku tidak tahan dengan bau yang nano-nano dari dalam pasar. Saat aku tengah menunggu ibuku yang berbelanja, sekilas aku melihat seorang akhwat bercadar melintas di depanku seraya melemparkan senyum, ya walaupun bercadar namun aku bisa memperhatikan perubahan ekspresi dari matanya, sementara aku hanya nyengir seraya berpikir “Siapa tadi?”.
Keesokan harinya…
Saat aku tengah bersantai di teras rumah sembari melantunkan alunan musik dengan gitarku, “Assalamualaikum…permisi mas” terdengar suara yang tak asing bagiku. “Wa’alaikumsalam” ucapku seraya menoleh ke suara tersebut, ternyata ia adalah akhwat bercadar yang kutemui di pasar desa kemarin, suaranya tak asing di telingaku, namun siapakah dia. “Mas..mas…ada bu irma?” tanya sang akhwat menyadarkan lamunanku. “Oh ada ada…Buuu…buu ada yang nyari nih” pekikku memanggil ibuku. “Sila duduk dulu neng, eh mbak” ucapku mempersilahkan ia duduk seraya ngibrit masuk ke dalam, takut dikira aneh-aneh terhadapnya karena aku hanya mengenakan celana setengah tiang dan kaos oblong berbahan tipis.
Di dalam kamar aku berpikir, “Siapa ya akhwat itu? Suaranya seperti tak asing bagiku”. “Ah lupakan, mungkin hanya halusinasi saja” aku membatin.
Boby
Sore ini aku dan istriku telah berada di rumah dan sama-sama bercengkrama di ruang tengah. Sembari menonton film favorit kami, aku mengelus-elus perut istriku yang tengah mengandung anak pertama kami dengan usia kandungan 8 bulan. “Makin endut istriku ini..” ucapku. “Huuu…Endut endut kamu doyan juga naikin aku tiap malam” ucap bu rida yang tak lain adalah istriku. “Ya kan biar mudah nanti persalinannya, apalagi kamu tambah montok” ucapku memujinya. “Iya montok, nanti kalau dah lahiran, pasti klewer-klewer, emang kamu masih doyan?” tanya rida. “Masih lah, olahraga bareng ntar biar kencang lagi” ucapku. “Mas, ngomong-ngomong rini kemana ya kok belum pulang?” tanya rida. “Oh iya ya, paling ada tugas kuliah” ucapku. “Oiya bisa jadi” ucap rida.
Beberapa jam kemudian tepatnya menjelang magrib…
“Mas…rini kok belum pulang juga ya? Mas cek gih ke kampus” ucap rida khawatir. Akupun bergegas mengendarai sepeda motorku menuju kampus, setibanya disana aku lekas menanyakan ke satpam yang tengah patroli. Dari keterangan satpam, kemungkinan rini sedang berada di perpustakaan kampus. “Ah mungkin dia sedang mengerjakan tugas kuliahnya sesuai dugaanku tadi, rida sayang banget sama adiknya yang sematawayang itu sampai begitu panik tadi” aku membatin. Akupun menuju ke sebuah rumah ibadah terdekat dan hendak beribadah karena telah tiba waktunya, setelah beribadah barulah kujemput rini di perpus yang dimaksud.
Pak Anto
Tumpukan tugas kuliah yang dikumpulkan oleh mahasiswa cukup membuatku sakit kepala. Sehingga aku memutuskan untuk mengambil angin segar di luar gedung utama kampus, saat berada di luar ternyata sudah menjelang magrib. Akupun berkeliling sekejap hingga akhirnya tepat di depan perpustakaan kampus, “Pak anto…pak anto! Tolong pak!” pekik seorang penjaga perpus yang kebetulan seorang wanita. “Ya ada apa bu teriak-teriak” ucapku menghampirinya. “Pak! Di dalam ada mahasiswi yang kerasukan pak! Saya takut pak!” ucap penjaga perpustakaan tersebut. “Hah! Yang bener bu! Wah saya juga tidak ngerti gimana caranya” ucapku panik. “Waduh…ahlinya lagi beribadah pula! Bapak boleh tolong jaga dan tenangin si mahasiswi?! Saya mau cari bantuan ke satpam depan!” ucap sang penjaga perpus seraya berlari menuju depan kampus. “Eh bu..bu! Haduh” ucapku. “Haduh gimana ini” aku yang panik berusaha memberanikan diri untuk masuk ke perpus.
“Akhh!! Siapa itu yang datang hah!!” pekikan mahasiswi yang tengah kerasukan tersebut membuat sekujur tubuhku merinding. “Nak tenang…sadar nak” aku perlahan memberanikan diri mendekati mahasiswi tersebut. “Hah! Diam! Berisik Kau!!” pekiknya lagi seraya menoleh padaku dengan mata yang putih semua. “Astaga!” aku terpekik melihat mata mahasiswi tersebut. “Tunduk kau padaku manusia keparat!” pekiknya lagi. Ternyata ia adalah rini mahasiswi baru di kampusku, entah bagaimana ceritanya ia bisa sampaikan kerasukan seperti ini. Aku berusaha mendekatinya walaupun jujur aku juga ketakutan saat sesekali bertatap dengan matanya.
“Lepaskan tanganku bangsat! Kalian harus membayar apa yang telah kalian perbuat!” ucapnya dengan suara yang berubah menjadi sangat berat. “Pergilah wahai setan terkutuk!” hanya hal itu yang berani kukatakan. Ia terus meronta-ronta agar aku melepaskan tanganku yang kini mengunci kedua tangannya di belakang. “Mulus banget tangan mahasiswi ini” aku membatin saat menggenggam pergelangan tangan rini. Aku memutar otakku dengan cepat seraya melihat sekeliling, dan tepat di dekat meja penjaga perpus kulihat ada beberapa kain, yang sekiranya dapat kugunakan untuk mengikat sementara rini agar tidak terus memberontak atau bahkan menyiksa dirinya.
Setelah mendapatkan kain yang dimaksud, aku mengangkat paksa tubuh rini yang sedari tadi duduk di salah satu kursi perpus menuju sebuah meja baca yang cukup luas. “Lepaskan aku manusia bangsat!” ucap arwah yang berbicara dengan fisik rini. Saat aku tengah membaringkan tubuhnya dengan posisi terlentang tidak sengaja aku menyentuh pantat rini, “Alangkah empuknya” aku membatin. Selagi aku mengikat tangannya ke kaki meja, ku kunci lehernya agar ia tak bangkit dari posisi terlentangnya, setelah kedua tangannya terikat, ia terus meronta-ronta sehingga beberapa kali meja baca tempat ia kini terbaring bergerak-gerak. “Kuat juga setan ini” aku membatin seraya mengikat kedua kaki rini ke kaki meja baca ini. “Akhirnyaah!” ucapku saat proses pengikatan tubuh rini selesai, yang cukup membuatku keletihan. “Cuih…cuihh…lepaskan aku bangsat! Keparat kau manusia!” arwah yang berada di dalam tubuh rini terus memaki-maki seraya meronta-ronta.
Akupun membiarkannya sejenak seraya menuju kursi perpus tempat rini duduk tadi, dan tepat di bawah kursi, terdapat sebuah benda yang seharusnya tidak berada di sebuah perpustakaan. Benda tersebut adalah sebuah timun berukuran kecil, saat kuambil terasa sangat basah. Dan saat kuendus, “Ini cairan vagina!” pekikku dalam hati. Akupun kembali mendekati tubuh rini yang masih meronta-ronta namun semakin kemari, rontaannya makin melemah hanya tersisa makian sang arwah yang terucap dari mulut rini. “Woi manusia! Kau pasti sudah tau sebabnya!” pekik sang arwah. “Maka tuntaskanlah! Tuntaskanlah apa yang telah ia mulai! Apa yang telah perempuan laknat ini mulai!” pekik sang arwah yang seolah menghipnotisku. Perlahan kunaikkan rok biru tua yang rini kenakan, dan betapa terkejutnya aku, seperti ditimpuk durian runtuh, kulihat centi demi centi paha rini yang tidak ditutupi oleh legging dan ia bahkan tidak mengenakan celana dalam.
“Ah fuck! Mulus banget!” pekikku dalam hati. Kini gamis belang dan jilbab merahnya yang perlahan kusingkapkan keatas, dan ternyata bra hitam yang ia kenakan dalam kondisi tidak terkait dan tidak beraturan seperti dibuka tergesa-gesa. “Yaa! Lakukan dan selesaikan!” pekikan arwah tersebut benar-benar telah mempengaruhiku. Perlahan kontolku mulai mengeras di bawah sana, akupun mengeluarkan kontolku dengan membuka resleting celanaku tanpa melepaskan semua celanaku. Seraya memperhatikan private parts nya rini yang menawan, aku beberapa kali menelan ludah dan mengocok kontolku. “Ayo tuntaskan! Jangan ditunda! Tuntaskan hasratmu!” pekik sang arwah. Akupun merangkak naik ke meja baca tempat rini terlentang, matanya yang sedari tadi melotot dengan tanpa memperlihatkan pupil matanya, kini mulai terpejam.
Memek rini yang ditumbuhi bulu-bulu halus membuatku ingin menjilatinya namun aku sadar bahwa itu akan memakan waktu yang lama sehingga aku langsung saja mengarahkan palkonku untuk membelah memek rini, aku sudah tidak peduli apakah ia masih perawan ataupun tidak. Perlahan kontolku mulai masuk ke memeknya, sangat rapat namun tidak ada yang menghalangi. “Sudah tidak perawan rupanya” aku membatin bahagia. Kini seluruh kontolku sudah berada di dalam memeknya, akupun mulai memompa kontolku. “Sshh memek rasa perawan” aku mendesis. Sesekali kuremas toket rini yang ikut berayun berirama dengan sodokan kontolku. “Tuntaskan bangsat! Tuntaskan! Hihihihi!” pekik sang arwah yang membuatku sedikit merinding karena ia mengakhiri kalimatnya dengan suara tawa yang khas dari makhluk mitos yang cukup legendaris, kuntilanak.
Namun aku yang telah didera nafsu, benar-benar tidak mempedulikan lagi rasa takutku, kini aku hanya harus menuntaskan birahiku. Tak berselang beberapa menit, aku sudah tidak tahan ingin orgasme karena jepitan memek rini yang luar biasa, aku mencabut kontolku dari memeknya dan “Croott crooot crooot” ada 3 semburan pejuku yang langsung mendarat diatas bulu jembut rini. “Pak anto ngapain hah!” bentak seorang pria dari sisi kiriku, saat aku menoleh ternyata 2 satpam berikut abang ipar rini tengah berdiri berkacak pinggang melihat aku yang baru saja mencabuli rini. “Kerasukan apaan bu?! Ini pemerkosaan!” ucap salah seorang satpam. “Astaga pak anto!” pekik ibu penjaga perpus muncul tepat dibelakang mereka bertiga. Sang penjaga perpus langsung mendekati tubuh rini yang masih terikat dan merapikan pakaiannya yang sudah kuacak-acak tadi. “Turun dan rapikan pakaianmu dosen bejat!” bentak sang satpam seraya mendekatiku. “Ini kesalahpahaman!” bentakku kepada kedua satpam yang mulai mengikat tanganku ke belakang. “Salah paham?! Sila anda jelaskan di kantor!” ucap sang satpam dan menggiringku ke kantor mereka.
Rini
Kepalaku terasa sangat sakit, dan terasa berputar, aku pusing. Dengan mata yang masih terpejam “Rini…Rini sadar dek…rini!” samar-samar kudengar suara pria, yang perlahan kudengar dengan seksama ternyata suara mas boby. Kubuka mataku, “Mas boby…? Bu?” ucapku seraya melihat sekeliling. “Akhirnya sadar juga” ucap mas boby seraya mengusap wajahnya. Bagaimana ceritanya tubuhku kini terbaring, kurasakan di daerah selangkanganku lembab. Saat aku berusaha bangkit untuk duduk, kepalaku terasa sangat pusing. “Pusing ya dek? Duduk aja dulu” ucap ibu penjaga perpus. “Ya bu pusing” ucapku singkat. “Gimana udah mendingan?” tanya mas boby. “Iya lumayan mas, rini kok bisa baring disini ya?’ tanyaku. Mas boby dan ibu penjaga perpus saling berpandangan, lalu mas boby berkata “Eh udah malam ini rin, kamu berkemas dulu deh, kakakmu khawatir di rumah, kita pulang sekarang”.
Aku merasa ada sesuatu yang janggal disini, namun karena tubuhku terasa sangat letih akupun menuju tempat aku tadi membaca buku dan mulai menyusunnya. “Jangan lama ya! Mas tunggu di luar” ucap mas boby. Saat aku hendak memasukkan peralatan kuliahku ke dalam tas kuliahku, di dalam sana terlihat cd merah jambuku, seketika aku teringat apa yang terjadi tadi sore. Ya, tadi sore aku ke perpus ini hendak membaca buku referensi untuk tugas kuliahku, namun karena otakku sudah suntuk, aku iseng membuka forum dewasa mencari cerita panas, karena aku sudah beberapa minggu ini sama sekali tidak dijamah oleh mas boby sehingga nafsu seksualku terpendam dan aku perlu untuk menyalurkannya, aku benar-benar terlarut dalam cerita sehingga aku memutuskan untuk melepaskan cd merah jambuku, dan aku keluarkan timun berukuran kecil yang selalu kubawa di dalam tas kuliahku, karena itu sangat berguna untuk membantuku menuntaskan nafsu seksualku.
Akupun mengambil timun tersebut dan memasukkannya ke dalam memekku, kurasakan pentil payudaraku mulai gatal meminta untuk diremas. Sehingga aku membuka ikatan bra hitam yang kukenakan dan mulai meremasi payudaraku dibalik gamis belang dan jilbab merah yang kukenakan. Suasana perpustakaan yang sepi membuatku leluasa untuk menuntaskan nafsu seksualku. Cukup lama aku bermain dengan memek dan payudaraku sehingga akhirnya aku menggapai orgasme pertamaku. “Akkhhmm” desahku tertahan karena takut dipergoki oleh penjaga perpustakaan ini. Dan tak berselang beberapa menit setelah desiran orgasmeku usai, seketika pandanganku berubah gelap dan aku tak dapat mengendalikan tubuhku. Aku seperti terlempar ke dunia lain, dan aku tak mengingat lagi apa yang terjadi setelah itu.
Setelah aku selesai berkemas aku bergegas keluar perpustakaan untuk menemui mas boby, “Katanya gak lama, dah ayo kita pulang” ucap mas boby. Dalam perjalanan pulang tepatnya saat aku digonceng mas boby, aku memberanikan diri bertanya sebenarnya apa yang terjadi. “Kamu tadi kerasukan rin, tapi ada kejadian buruk yang terjadi setelahnya” ucap mas boby. “Kejadian buruk apa mas?” tanyaku penasaran. “Dalam kondisi dirimu kerasukan, pak anto yang diminta tolong ibu penjaga perpus menungguimu sebentar, malah menggunakan kesempatan itu untuk memperkosamu rin” jelas mas boby. “Hah! Pak anto!” pekikku. “Iya rin, waktu beliau selesai menyemburkan pejunya tepat diatas tubuhmu, mas beserta dua satpam dan ibu penjaga perpus memergoki beliau” jelas mas boby. “Pantes kok tadi di daerah selangkanganku, khususnya di dekat memekku terasa lembab, jadi itu pejunya pak anto!” pekikku dalam hati. “Astaga…tega ya bapak itu!” umpatku. “Iya namanya juga kesempatan rin, apalagi kamu itu kondisinya lagi gak pakai cd kan?” tanya mas boby yang seketika membuatku seperti tersambar petir. “Eh..ee..enggak…pakai kok…mung..mungkin dibuka sama pak anto itu!” ucapku panik. “Ooo bisa jadi sih” ucap mas boby.
Bersambung
Pembaca setia BanyakCerita99, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)BTW yang mau Mensupport Admin BanyakCerita dengan Menklik Gambar Diatas dan admin akan semakin semangat dapat mengupdate cerita full langsung sampai Tamat.
Terima Kasih 🙂