Cerita Lama Sungai Hitam Part 1
Cerita Lama Sungai Hitam Part 1
SENIN, 6 OKTOBER 1997, PUKUL 10:15
Sial banget. Dosen pelajaran berikutnya ga ada. Aku merangkul Joko, teman sependeritaan di kuliah.
“Kita kabur yuk, bro.” ajakku.
Joko menggelengkan kepala. Aku terus mendesaknya.
“Ayolah bro, kita ke tempat biliar yang kemaren itu,” aku menarik kupingnya memaksa.
Joko berteriak dan mendorong aku. Aku mengelak darinya dan kemudian terdengar teriakan seorang perempuan.
“aduh!” teriaknya.
Tanpa sengaja aku menabrak seorang cewe. Buku-bukunya terjatuh. Secara otomatis aku jongkok dengan niat ingin membantu. Pandangan pertamaku jatuh pada pahanya, bukan buku-buku yang ingin aku bantu ambilkan. Paha putih yang tertekan betisnya karena posisinya yang lagi jongkok. Dibalut dengan rok mini blue jeans. Mungkin kalo tidak lagi berjongkok tuh rok panjangnya 10 cm di atas lutut.
Tangan cewe itu menepiskan tanganku ketika dia hendak mengambil buku yang terhalang tanganku. Aku masih diam hanya pandanganku yang kini beralih pelan-pelan ke atasnya. Harusnya sih ke wajahnya tapi malahan aku tertahan di dada cewe itu yang terbalut kaos putih bergambar salah satu bintang film idola saat ini. Dadanya cukup menonjol, memang tidak terlalu besar-besar amat. Kami masih sama-sama jongkok. Aku masih tidak membantu apapun. Lalu cewe itu berdiri. Sebelum aku sempat melihat wajahnya. Dia langsung pergi berlari. Sambil berjongkok aku menolehkan kepalaku ke arah dia berlari. Rambut pendeknya sebahu bergoyang-goyang mengikuti gerak larinya.
Joko menjitak kepalaku.
“Hoi bangun!!!!” teriaknya di kupingku. Joko menjitakku sekali lagi. Baru aku tersadar dan mengejar Joko yang berlari menjauhiku karena terlihat aku ingin membalas menjitaknya.
PUKUL 14:15
Aku lagi menggoyang-goyangkan pulpenku dalam kelas. Iya hari ini aku masih terjebak di kampus. Setelah tadi akhirnya Joko menyerah dan ikut bermain ke tempat bilyar. Sekarang dia dan aku terjebak di kelas mengikuti kuliah sore. Untungnya ini kuliah terakhir hari ini, hanya sayangnya masih lama kelas ini akan berakhir karena kelas baru mulai jam 2 tadi.
Aku masih menggoyang-goyangkan dan memutar-mutar pulpenku. Ketika Joko menyikut lenganku dan pulpenku terjatuh.
“Apaan sih, ko?” aku sedikit ngomel.
“Itu tuh cewe yang tadi loe tabrak,” katanya sambil menunjuk ke arah jam 10 dari bangku kami. Aku memalingkan muka ke arah yang Joko tunjuk di barisan kursi di depanku.
“Masa sih?” aku tidak yakin karena aku memang tidak sempat melihat wajahnya.
“Iya bener, bro. Kan aku sempat lihat wajahnya waktu loe tabrak dia tadi,” tambah Joko.
Aku memperhatikan cewe itu. Kalo dari belakang sih memang model rambutnya sama seperti yang kulihat tadi. Kaosnya warna putih. Rok blue jeansnya ga kelihatan, karena aku duduk di belakang. Teringat lagi pahanya yang putih. Kemudian bayangan dadanya pun tidak ketinggalan ikut terbayang olehku. Sisa kuliah aku habiskan dengan sering melirik ke arah cewe itu tapi hanya bagian samping kanan yang terlihat dan itu pun tidak banyak karena dia sering menunduk, mencatat penjelasan dosen dan pandanganku terhalang sama orang di sebelahnya. Ira teman kuliah yang memang badannya agak bomber. Sial. So sejauh ini, hidungnya mancung. Mukanya agak sedikit lonjong. Matanya tidak terlalu besar. Kalo dari samping sih, cantik menurutku.
Tidak sabar aku menunggu kuliah selesai. Ketika semua orang membereskan buku-buku mereka, aku tetap biarkan bukuku di meja. Aku tidak mau melewatkan kesempatan ini. Kemudian cewe itu berdiri. Benar, rok nya mini blue jeans, kaos putihnya bergambar bintang idola yang tadi kulihat. Kulihat wajahnya, aku terkesima. Serasa melihat bintang film yang lagi tenar saat ini. Aku lupa siapa namanya. Cantik sekali. Dia berjalan melewatiku tanpa menyadari bahwa aku menatapnya seakan-akan melihat bidadari yang baru saja selesai kuliah.
Pandanganku mengikuti sampai cewe itu keluar kelas dan tidak terlihat lagi olehku. Aku terdiam, mataku masih menatap pintu kelas yang terbuka. Tanpa sadar aku gigit pulpen keras-keras sehingga ada air liur yang menetes ke tanganku. Sekali lagi, inilah gunanya bersahabat karib. Joko sekali lagi menjitak kepalaku sehingga menyadarkan aku dari keterpakuanku.
Malam itu di benakku seperti layar TV yang menayangkan adegan cewe itu berdiri dan berjalan keluar kelas. Terus-terus berulang-ulang di kepalaku. Tiba-tiba ketika menonton RCTI, aku ingat mirip siapa wajahnya. Winona Ryder, hanya ini lebih cantik dengan rambut agak sedikit pirang bagian depan. Sedikit sih pirangnya. Nah bintang idola yang di kaosnya, aku blm ingat. Tahun berikutnya aku baru ingat siapa namanya. Setelah membayangkan wajahnya. Sialnya aku ingat lagi bagian lain dari dirinya. Pahanya yang terpampang mulus di depanku terbalut rok mininya yang terangkat karena posisi berjongkok. Jujur ya, aku paling suka lihat cewek pake rok mini. Baik itu anak sekolah atau ibu-ibu. Yang paling membuat aku tergoda adalah karyawati kantor atau karyawati apapun yang seragamnya memakai rok. Dengan kemeja ketat mereka. Dan mungkin karena sudah dewasa, aku melihatnya kok rata-rata dada mereka membusung semua. Mungkin juga ada yang diganjal sesuatu di bra mereka. Tapi apapun itu, merekalah yang menduduki tingkat teratas dalam daftar khayalanku apabila aku bermasturbasi. Namun hari ini, tampaknya posisinya akan berubah sedikit, karena aku sedang berangan-angan, cewe itu berlutut di sebelahku di ranjang. Memakai pakaian yang sama seperti tadi siang. Hanya kini rok mininya lebih terangkat sehingga pahanya lebih jelas terlihat sampai dalam, dan samar-samar terlihat siluet celana dalamnya. Tanganku kuletakkan di pahanya. Mengelus dari pangkal lutut sampai masuk ke dalam roknya. Khayalanku semakin menjadi-jadi, Cewe itu mengelus selangkanganku. Cewe itu bersandar di dadaku. Jantungku berdegup lebih kencang. Tanpa sadar celana pendekku sudah kulepaskan. Aku mengocok batang kemaluanku. Namun aku membayangkan cewe itu merogoh celana pendekku dan meremas penisku. Aku membayangkan kenyalnya payudaranya yang tidak begitu besar menekan dadaku. Aku mengocok penisku tambah cepat. Birahiku tidak seperti biasanya, bergelora sangat tinggi. Membayangkan tangan cewe itu mengelus dan mengocok penisku. Dan crott…spermaku muncrat dan membasahi selangkanganku. Nikmat.
SELASA, 7 OKTOBER 1997 PUKUL 07:10
Hari ini aku dijemput Joko, naik motor Astrea 800 nya. Aku penasaran tentang cewe yang jadi bahan onani ku semalam.
“Ko, loe kenal ga sama cewe yang gua tabrak kemaren?” pancingku.
“Ga kenal, man. Gua baru liat cewe itu,” jawabnya.
Selesai sudah investigasiku tentang cewe itu. Kecewa.
PUKUL 07:45
Aku melihat ira di kantin, cewe gendut yang kemaren duduknya di sebelah cewe itu.
“Halo Ira,” suaraku merayu.
Ira memperlihatkan tampang aneh karena selama ini aku belum pernah menyapanya seperti itu.
“Eh, loe kenal ga nama cewe yang duduk di sebelah loe kemaren?” tanyaku langsung.
“Michelle?” matanya menarik bola matanya.
“Bukan Michelle, tapi yang rambut sebahu pas kuliah Pak Marto.
Ira tampak berpikir.
“Gua ga tau, kayaknya anak baru tuh,” lanjutnya sambil menyuap sesendok nasi goreng ke mulutnya.
Sial. Investigasiku tidak menjadi lebih baik.
PUKUL 07:55
Aku masuk kelas. Seperti biasa aku duduk sebelah Joko di deret bagian belakang. Mataku mencari-cari sosok peneman masturbasiku semalam. Ga ketemu. Ketika dosen sudah masuk kelas. Akhirnya cewe itu muncul, karena telat dia buru-buru menyusuri deretan belakang dan duduk di sebelah Joko. Sial. Tau gitu aku duduk di kursi Joko. Untuk minta pindah posisi ama Joko, jelas aku gengsi lah. Dan sudah pasti sepanjang kuliah, konsentrasiku buyar. Walaupun biasanya memang tidak pernah konsen dengan kuliah. Sekarang ditambah cewe “yang membantuku” semalam duduk dua kursi dariku. Mataku seringkali melirik ke arah kiri. Hari ini dia memakai rok hitam mini. Hmmm…paha putihnya terlihat sedikit. Lumayanlah. Wangi-wangi sabun mandi merk terkenal tercium olehku. Jelas itu bukan dari tubuhnya Joko. Aku ada ide untuk berkenalan dengannya.
“Sori, bisa pinjam pulpennya ga?” tanyaku tiba-tiba pada cewe itu. Dia melihatku dan pandangannya kelihatan menusuk. Mungkin dia ingat kejadian kemaren pas aku tabrak. Buset cantik banget. Sebelum dia sempat menjawab.
“Nih pake aja punya gua,” Joko memberikan pulpennya.
Brengsek si Joko. Mau ga mau aku ambil pulpennya Joko. Cewe itu kembali memperhatikan ke arah dosen.
Lirikan ke kiriku tetap berlangsung. Ketika badan Joko sedang tidak menghalangi pandanganku. Kulihat dadanya yang membusung dibalik kaos putihnya. Seneng amat nih cewe pake kaos putih. Padahal aku baru ketemu dua kali dengannya. Tapi uda ngejudge dia suka pake kaos putih. Aku agak tercekat di tenggorokanku ketika dia menyilangkan kakinya sehingga roknya sedikit naik lagi ke atas. Oooh, pahanya lebih jelas terlihat lagi. Penisku menegang. Buru-buru kututupi dengan tasku. Wangi sabunnya tercium lagi, menambah penisku semakin tegap berdiri. Alih-alih mengalihkan libidoku, aku gigit pulpen Joko. Aku melirik cewe itu lagi. Pas ketika dia lagi mengoles bibirnya dengan lidahnya. Sial. Sial. Penisku tambah mengganggu celanaku. Membuat aku merasa terjepit tidak nyaman. Beberapa kali aku membenarkan posisi dudukku tapi tidak menyelesaikan masalah. Pulpen Joko tetap kugigit, bahkan air liurku menetes sedikit membasahi pulpennya. Peduli amat, biar tau rasa dia pulpennya kena air ludahku, karena mengganggu rencanaku tadi. Kini aku membayangkan ujung pulpen Joko adalah puting susunya cewe itu. Dasar freak. Aku mulai mengenyot ujung pulpen Joko. Aku putar-putar ujung pulpennya seakan-akan aku sedang memilin dan memutar-mutar puting susu cewe itu dengan mulutku. Tangan kiriku mulai menekan-nekan tas yang menutupi selangkanganku. Uggh enak karena penisku ikut tertekan. Kakiku sedikit menegang, menikmati penisku yang tertekan tas.
Aku mencondongkan badanku mendekati Joko biar aku bisa lebih mencium wangi tubuh cewe itu. Ujung pulpen makin kuhisap kuat. Seakan-akan aku menghisap pentil cewe itu yang sudah tegang. Aku semakin menekan tasku dengan tangan yang satu lagi, menekan-nekan penisku. Gila, enak banget.
“Eh pulpen gua loe apain?” tiba-tiba Joko menarik pulpen dari mulutku.
“Jorok banget loe, bro,” Joko mengelap pulpen di lengan kaosku.
Aku melihat cewe itu lagi memandangku dan terlihat agak jijik mengetahui pulpen Joko berlumuran ludahku. Aku menunduk. Seketika nafsu birahiku menguap. Bener-bener sialan si Joko.
PUKUL 17:07
Aku pergi ke supermarket. Aku pergi ke bagian sabun dan shampoo. Hampir 30 menit aku berkutat di daerah situ. Aku periksa tiap sabun dan aku baui wanginya. Sampai akhirnya aku ketemu yang harumnya persis sama dengan cewe itu.
PUKUL 20:06
Ketika semua sudah tidur. Mungkin aku lupa cerita ya. Sejak Mamahku meninggal, aku tinggal dengan kakak mamahku yang laki-laki dan keluarganya. Setelah paman dan istrinya sudah tidur. Aku mulai meletakkan sabun dekat ranjangku. Aku lepas semua pakaianku. Aku pejamkan mata. Kenapa? Sehingga dengan wangi sabun yang tadi aku beli, aku bisa merasakan adanya cewe itu di dekatku seperti waktu kuliah tadi. Dengan memejamkan mata, aku bisa berangan-angan lebih “hikmat”. Aku mulai mengelus-elus kepala penisku. Aku bayangkan cewe itu berbaring di sampingku. Harum tubuhnya membuat aku tambah bergairah (efek 3D dari sabun yang baru kubeli). Aku menoleh ke samping, rok hitam yang tadi dipakainya, aku sentuh ujung bawahnya. Cewe itu kegelian ketika tanganku menarik roknya sampai atas karena ujung-ujung jariku menggesek kulit pahanya. Kuelus-elus pahanya yang putih. Penisku semakin menegang karena kukocok terus dengan stimulasi membayangkan mengelus paha cewe itu. Cewe itu pun tidak mau kalah, tangannya ikut mengelus pahaku. Berhenti di bulu-bulu jembutku. Mengelus-eluskan jarinya disana.
“Aaahh” aku merintih pelan membayangkannya. Kocokanku tambah cepat. Aku mendekatkan diriku pada cewe itu. Dia pun mendekatkan mulutnya pada telingaku. Menggigit daun telingaku.
“hmmm…” erangku pelan ketika cairan pelumas penisku membuat tambah licin kocokanku. Kakiku mengejang, menahan nikmatnya ketika daun telingaku dijilati lidahnya. Sementara tangannya kini memegang dan meremas buah zakarku.
Ah gairahku membara. Kurasakan badanku sedikit panas. Keliatannya sebentar lagi aku pasti muncrat. Ketika terdengar ketukan di pintu.
“Tok. Tok. Tok,”
Apa-apaan ini. Aku kelabakan. Aku bugil. Terdengar lagi bunyi ketukan.
“Sebentar,” teriakku. Tapi suara parau yang terdengar.
Akhirnya aku membuka pintu dengan mengeluarkan sedikit kepalaku dari celah pintu karena aku tidak keburu berpakaian.
“Ada apa, engkim (panggilan untuk bibiku)?” tanyaku dengan penis menempel pintu.
“Engkim lupa ngomong. Tadi si Joko mampir, ada fotokopi tugas buat kamu. Engkim taroh di meja yah,” lalu bibiku pergi.
Aku menutup pintu. Aku langsung berbaring di ranjang. Lemas seluruh tubuhku. Penisku pun ikut lemas. Dua kali si Joko menggagalkan kenikmatanku. Meskipun yang kedua ini secara tidak langsung. Tapi aku menganggapnya tetap kesalahan dia. Bayangan cewe itu entah kemana. Akhirnya aku tertidur telanjang malam itu tanpa mencapai klimaks.
JUMAT, 10 OKTOBER 1997 PUKUL 16:12
Beberapa hari ini tidak ada yang menarik. Hanya aku tau dari teman-teman, nama cewe itu Karen. Tadinya kuliah di Amerika. Anaknya pintar jadi dia bisa mengambil jumlah pelajaran lebih banyak dari mahasiswa lain, buat mengejar ketinggalan. Dan ternyata banyak temen-temen cowo aku yang ngincar dia. Sialan. Tapi aku tidak terlalu khawatir, karena tampangku sebenarnya tidak jelek. Termasuk di atas rata-rata. Hanya aku punya beberapa poin minus di mata Karen. Pertama nabrak dia, kedua itu tuh insiden pulpen.
Baru beres kuliah nih, mau pulang tapi hujan cukup deras. Joko ga masuk kuliah, lagi sakit meriang katanya. Syukurin batinku. Alkisah, aku jalan-jalan aja keliling kampus. Memang rejeki tidak lari. Eh pas di depan aula deket gerbang, aku liat Karen. Sepertinya nungguin hujan. Sendirian.
Kesempatan nih. Tapi aku bimbang. Maju atau jangan. Teringat onaniku semalam yang sukses besar. Setelah tertahan beberapa kali tidak jadi klimaks. Berkhayal Karen bersetubuh dengan posisi dia duduk mengangkang di atas penisku. Bugil. Payudaranya yang tidak begitu besar terpampang di depanku. Bergoyang-goyang mengikuti irama genjotanku. Akhirnya aku memutuskan untuk maju saja.
Dengan langkah pura-pura santai, menikmati pemandangan hujan yang begitu deras. Karen lagi duduk di tangga depan aula utama. Hari ini dia pakai baju terusan yang bawahnya rok yang ada belahannya sampai di atas lutut sedikit. Tahan birahi, tahan birahi batinku.
Dia melihatku lewat. Aku berikan senyumku yang termanis.
“Nungguin hujan ya?” tanyaku membuka percakapan.
“Nungguin dijemput sama sopir gua,” katanya.
Dengan sok yakin dan percaya diri tinggi, aku duduk di sebelahnya. Oh my, tercium lagi wangi sabun yang biasa dia pakai. Tahan nafsumu, man.
“Macet kali,” sambungku.
Dia mengangguk, “Mungkin.”
“Eh sori yah, waktu itu gua nabrak loe. Si Joko sih dorong-dorong gua,” kataku.
Dia tersenyum, “Ga apa-apa kok.” Gerak bibirnya begitu mempesona. Tahan mental, tahan mental. Tapi aku sudah menyimpan tasku di atas pahaku. Buat jaga-jaga.
“Emang rumah loe jauh?” aku mencari bahan percakapan.
“Ga juga, paling 25 menit dari sini,” tanyanya sambil memandang hujan. Mungkin dia ingin aku cepat enyah dari sebelahnya. Karen meletakkan tangannya di atas pahanya sehingga membuat tonjolan dadanya lebih membusung ke atas. Tahan nafsu…ah peduli amat. Penisku mulai bereaksi.
“Katanya loe pindah kuliah dari Amerika. Kenapa pindah?” tanyaku kemudian.
“Eh…kenapa yah. Kangen aja pengen balik ke Indo,” jawabnya sambil tersenyum kecil.
Tangannya masih menekan dadanya. Kenapa pandanganku fokus ke sana. Aku berusaha fokus bibirnya. Ah salah pilihan. Bibirnya begitu tipis dan sedikit basah karena dia baru saja mengoles bibir bawahnya dengan bibir atasnya. Penisku tidak mau kompromi.
Hening sejenak.
“Loe sendiri kok ga pulang?” dia memulai percakapan lagi.
“Tadinya mau pulang ujan-ujanan, tapi lihat loe sendirian disini. Gua ga jadi pulang,” jawabku spontan.
Kini dia memandangku. Aku menatapnya dengan berusaha pakai tampang jail.
“Dasar gombal,” senyumnya melebar. Kami tertawa.
“Seriusan, gua pengen menikmati hujan bersama cewe cakep. Jarang-jarang lho kejadian kayak gitu,” sambungku.
Karen tertawa kecil, terlihat sedikit malu. Sedikit.
“Ah loe sering ngerayu cewe-cewe kampus ini yah,” dia kembali tertawa kecil.
“Ga lah, gila aja, gua bukan playboy,” penisku kembali normal.
Hampir 20 menit, kami mengobrol macam-macam. Hujan sudah agak mulai reda.
Karen melirik jam tangannya. Mukanya terlihat agak cemberut.
“Kok sopir gua belum datang yah?” bibirnya mengerucut.
“Eh gua mau ke telepon umum dulu yah,” ujarnya kemudian.
“Gua temenin,” sambil aku berdiri mengikuti Karen yang sudah berdiri.
Aku menunggu agak jauh dari telepon umum deket kampus. Karen terdengar suaranya agak keras. Lalu dia meletakkan gagang telepon dan menuju ke arahku dengan muka yang lebih cemberut dari sebelumnya.
“Kenapa?” tanyaku.
“Sopir gua belum balik dari Jakarta, nganterin papi gua ke airport,” jawabnya sambil memonyongkan mulutnya.
“Wah masih lama dong?” dalam hati aku bergembira.
“Heeh,” Karen sedikit menghentakan kakinya.
Hujan sudah mulai mereda. Langit sudah mau gelap. Kulihat jam, wah sudah jam 5 lebih.
“Jadi gimana?” tanyaku.
“Ga tau. Gua pulang naik taksi atau angkot aja deh,” ujarnya.
“Wah jangan,” aku jawab spontan.
“Kenapa?” tanyanya heran.
“Uda malam. Entar kalo loe kenapa-kenapa gimana?” jawabku khawatir. Ini bener-bener khawatir bukan khawatir gombal.
Karen tersenyum akhirnya.
“Emang kalo gua kenapa-kenapa , apa hubungannya ama loe?” dia bertanya sambil tertawa.
Aku garuk-garuk rambutku yang tidak gatal. Bingung jawabnya. Karen malah tertawa lebih keras.
“Gua antar aja yah pake motor,” aku memberanikan diri.
Karen terlihat ragu untuk menjawabnya. Dia lihat langit yang tambah gelap.
“Entar loe nyulik gua lagi,” candanya.
Iya aku bakal nyulik kamu, disekap di kamarku. Aku bugilin kamu.
“Ya, ga bakalan lah. Paling aku minta ongkos anter loe aja,” aku bercanda balik.
Kami tertawa bersama lagi.
“Gimana?” tanyaku lagi.
“Ya uda deh. Tapi awas ya kalo ngebut,” jawabnya sambil tersenyum.
“Dijamin selamat sampe ke rumah loe, bahkan gua anterin sampe ke kamar loe,” aku menjulurkan lidah.
“Enak aja,” Karen mengikutiku ke arah parkiran motor.
Emang enak Karen. Biar aku bisa bercumbu denganmu. Batinku.
Tiga menit kemudian. Karen sudah dibonceng olehku. Duduknya menyamping karena dia pakai rok. Hmm..dada kanannya begitu dekat dengan punggungku. Penisku bereaksi lagi. Aku merasakan hawa tiba-tiba dingin. Mungkin karena penisku bereaksi . Aku berhenti ke tepi jalan.
“Kenapa?” tanya Karen.
Aku buka jaketku.
“Hawanya dingin, loe pake jaket gua deh,” aku menyodorkan jaketku.
“Ga usahlah, loe yang di depan, loe yang lebih butuh jaket,” tolaknya.
“Kalo loe ga pake, gua ga akan jalanin motor gua,” paksaku.
Karen dorong bahuku.
“Dasar!” Namun Karen akhirnya memakai jaket merahku.
Aku jalanin lagi motorku. Pelan-pelan. Aku tidak mau momen ini segera berakhir. Aku merasakan pegangan tangannya yang tidak terlalu kencang pada pinggang kananku. Karen oh Karen.
Mungkin karena aku melamun, aku tidak terlalu waspada, tiba-tiba ada mobil yang berhenti mendadak di depanku. Aku tekan rem tiba-tiba. Dan tubuh Karen terdorong ke depan mengenai punggungku. Kalian tahu kan, tentu saja dada karen mengenai punggungku. Kenyal, kenyal gitu.
“Sori, sori Karen,” aku meminta maaf, aku menoleh ke belakang.
Karen terlihat malu.
“Ga apa-apa,” jawabnya. Aku melanjutkan perjalanan sambil aku pura-pura ngomel karena mobil tadi berhenti mendadak. Dalam hati sih aku berterima kasih. Kami tidak banyak bicara di motor. Hanya kurasakan pegangan tangan Karen sedikit lebih erat daripada tadi. Mungkin buat menjaga siapa tahu aku berhenti mendadak, dia bisa menahan badannya agar tidak terdorong ke arah punggungku. Tapi posisi duduknya kurasakan semakin lebih dekat karena kurasakan dada kanannya kok kayak lebih menempel di punggungku. Sialan penisku berdiri lagi.
“Loe ga dingin kan?” tanyaku mengalihkan perhatianku dari penisku.
“Ga kok, kan uda pake jaket loe. Loe sendiri kedinginan yah?” tanyanya agak sedikit berteriak supaya terdengar olehku.
“Ga kok, kan ada loe di deket gua,” jawabku bercanda.
Karen mukul bahuku lagi. Ah aku tidak ingin ini berakhir.
Hanya sayang, akhirnya aku sampai di rumahnya. Karen turun. Dia pencet bel rumahnya. Rumahnya besar banget. Jelas dia orang kaya. Tiba-tiba aku merasa sedikit minder.
Karen membuka jaketku.
“Terima kasih yah buat jaket dan nebengannya. Gua harus bayar berapa nih?” godanya.
Aku memakai jaketku. Badanku jadi hangat. Entah karena faktor jaket atau kehangatan badan Karen masih menempel di jaketku.
“hmmm, bayar pake ciuman aja, boleh?” godaku balik.
Karen tertawa.
“boleh nanti gua suruh gogok gua nyium loe, mau?” Karen tertawa.
“Teganya,” aku pasang tampang cemberut.
Karen malah lebih tertawa.
Ada seseorang yang keluar dari rumah.
“Itu pembantuku uda mau bukain pintu. Mau masuk dulu?” tanyanya.
Mau sih, tapi ga deh. Aku agak minder lihat rumahnya yang super gede.
“Ga deh, Karen. Kapan-kapan aja.” Kilahku. Pembantunya sudah membuka gerbang.
“Gua pulang dulu yah, Karen,” pamitku.
“Makasih ya…eh nama loe siapa sih?” tanyanya baru sadar kalo dia belum tahu namaku.
Aku tertawa.
“Kenalan dulu dong,” aku menyodorkan tanganku.
Karen tertawa dan menyodorkan tangannya. Aku merasakan telapak tangannya yang halus. Yang kemaren-kemaren aku bayangkan mengelus dan mengocok penisku.
“Nama gua Albert KA,” jawabku sambil menggenggam tangannya erat-erat.
Bersambung
Pembaca setia BanyakCerita99, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)BTW yang mau Mensupport Admin BanyakCerita dengan Menklik Gambar Diatas dan admin akan semakin semangat dapat mengupdate cerita full langsung sampai Tamat.
Terima Kasih 🙂