Guru Kami Part 8
Guru Kami Part 8
MISS TANIA
SISCA
PUKUL 20:45
SANDI
Aku terbangun, melihat jam di tanganku. Gila dalam 2 jam setengah ini, sudah berapa kali aku ngecrot. Rasanya luar biasa sekali. Dan begitu cepat setiap ejakulasiku dan tapi rasanya luar biasa. Aku merasa tenagaku sudah pulih kembali. Kulirik Angga di sebelah kananku. Matanya terpejam entah dia tertidur atau kelelahan seperti aku tadi. Tapi yang pasti penisnya sedang tidur. Hahaha. Lalu kulihat pasangan hombreng baru. Fatty dan Thomas tertidur dengan kepala mereka saling bersentuhan. Mesra sekali. Sambil bugil lagi bagian selangkangan mereka. Aku terkekeh. Semoga kalian langgeng, bros. Iseng, aku berdiri, mengarahkan tangan Fatty menyentuh penis Thomas dan tangan Thomas menyentuh penis Fatty. Hahaha rasain kalian.
Aku melihat sekeliling, mana Miss Tania. Aku berjalan menyusuri sekeliling apartemen Miss Tania. Tidak kutemukan Miss Tania. Waduh, apakah dia kabur? Aku buru-buru berlari ke arah tasku. Mengambil laptopku. Menyalakannya. Kubuka folder foto-foto Miss Tania.
Fiuh, masih ada. Menghilang kemana Miss Tania. Lalu aku membalikkan badanku melihat ke arah balkon. Blacky juga tidak ada. Dan baru kusadari Toni juga tidak ada. Apakah mereka bertiga lagi ngentot di tempat lain. Apakah mereka ngentot diluar?
Akhirnya aku memakai semua pakaianku. Membuka pintu apartemen Miss Tania. Melangkah keluar. Menatap kanan kiri lorong apartemen. Kosong. Tidak ada orang. Aku menajamkan pendengaranku. Siapa tau aku mendengar suara desahan, rintihan atau apapun itu. Hanya terdengar suara angin. Mereka bertiga kemana? Aneh. Harusnya mereka tidak pergi dari lantai ini. Terlalu riskan untuk ngentot di luar, apalagi kalo berbeda lantai.
Aku memutuskan untuk membangunkan Angga. Aku menggoyangkan pundaknya. Angga membuka mata, terlihat masih kelelahan.
“Ada apa, San?” tanyanya sambil mengucek kedua matanya. Lalu tatapannya berhenti pada Thomas dan Fatty. Langsung ngakak dia.
“Miss Tania, Toni dan Blacky ga ada di kamar. Ga tau kemana? William juga ga ada,” aku baru ingat tadi William keluar. Entah dia sudah kembali atau belum. Atau jangan-jangan mereka berempat lagi berpetualang di suatu tempat di gedung apartemen ini.
“Lu pake baju lu, bro. Kita cari mereka. Gua takut kalo mereka ngentot diluar. Riskan banget,” lanjutku serius.
“Mereka perlu dibangunin ga?” tanya Angga, sambil nyengir lagi melihat hasil rekayasaku. Aku pun sempet terkekeh pelan melihat pasangan hombreng itu. Tapi hatiku sedikit tidak tenang, sebelum aku tau mereka berempat ada dimana.
“Bangunin aja,” kataku pada Angga yang sudah berpakaian. Aku berdiri dekat pintu. Aku melihat ke luar lagi.
Lalu aku mendengar teriakan Fatty dan Thomas.
“Woi ngapain lu pegang kontol gua?” mereka teriak barengan.
Aku dan Angga tertawa. Hahahaha
“Kalian cepet pake baju kalian. Kita cari Miss Tania, Toni, Blacky dan William. Mereka tidak ada di ruangan ini,” ucapku.
Sambil memakai celana mereka, Thomas dan Fatty melihat sekeliling apartemen. Dan baru menyadari apa yang barusan aku katakan.
“Kenapa ga lu telpon aja mereka, San?” tanya Fatty tiba-tiba.
“Ya ampun, kenapa gua segoblok ini ya,” aku menepok jidatku. Aku meraih hpku menelpon Toni. Terdengar suara hp berdering. Kok seperti di dalam apartemen Miss Tania. Angga mencari sumber suaranya. Dia menemukannya di deket sofa.
“Ada di dalam celana Toni, San,” ujarnya sambil mengambil hp dari saku celana Toni.
“Sialan!” makiku. Aku mencoba nelpon Blacky. Terdengar suara dering hp.
“Kedengarannya seperti dari sana,” ujar Thomas sambil berlari ke arah kamar mandi. Ga lama dia keluar sambil mengangkat hp Blacky di tangan kanannya.
“Bedebah!” makiku lagi. Kini aku menelpon William. Terdengar suara nyambung tapi tidak diangkat oleh William. Aku coba WA William.
“Lu dimana, Will?” pesan WA ku padanya. Sialan, checklist satu. Pantesan tadi ga diangkat. Aku coba telepon biasa ke William. Telpon yang anda hubungi sedang tidak aktif. Keparat. Aku tambah panik.
Aku tidak punya no hp Miss Tania. Lagian kalo ada, mana mau diangkat hpnya, setelah dia kami kerjain.
“Kita cari mereka di luar aja,” ajakku pada ketiga temanku itu.
Ketika kami hendak keluar, tiba-tiba William muncul di hadapan kami. Masih memakai jaket hitam panjang. Apa ga panas tuh anak?
“Kalian mau kemana?” tanya William.
“Lu darimana?” tanyaku tiba-tiba agak curiga pada William.
“Gua habis dari atas,” ucapnya biasa.
“Ngapain?” tanyaku menyelidiki.
“Jalan-jalanlah. Daripada nunggu kalian ngentot Miss Tania,” jawabnya nyengir.
Aku menatap William lekat-lekat. William balas menatapku.
“Emang kenapa sih, muka kalian kok tegang begitu?” tanya William lagi.
“Toni, Blacky dan Miss Tania menghilang,” jawabku, sudah tidak terlalu curiga lagi.
“Apa? Kapan?” tanya William dengan suara kaget.
“Ga tau pasti, cuma mereka sekarang tidak ada di apartemen,” jawabku.
“Nga, lu bawa tas lu. Cepetan Nga!” perintah William. “Ayo kita kabur!”
Kulihat Angga mengambil tas nya buru-buru. Lalu William berlari ke arah berlawanan ke arah lorong sebelah kanan. Kami bertiga mengikutinya. Sampai di pintu lift. William berlari melewati pintu lift.
“Kenapa ga pake lift, bro?” tanyaku.
“Liftnya mati,” ujar William sambil terus berlari sampe ujung lorong.
Setiba diujung lorong.
“Nga, lu kan bawa tali di tas lu,” lanjut William.
Aku heran kok dia bisa tau, Angga bawa tali di tasnya.
“Jangan tanya dulu,” jelas William seakan-akan mengetahui benakku. “Kita tidak punya banyak waktu lagi.”
Angga mengeluarkan talinya.
“Coba kira-kira lu iket dimana Nga, biar kuat menahan beban kalian untuk turun ke bawah pake tali?” tanya William.
Aku, Thomas dan Fatty kaget.
“Apa?!!” teriak kami bertiga.
“Ngapain turun lewat tali, bro?” tanyaku aneh.
“Terus kenapa kita harus turun?” tanya Fatty.
“Kenapa ga lewat tangga?” tanya Thomas.
“Kita harus kabur dari sini sekarang, sebelum terlambat,” jelas William. “Ga bisa lewat tangga karena sudah dijaga mereka.”
“Ah lu becanda ya?” tanyaku sambil menatap matanya.
William menatapku
“Kali ini gua ga becanda, bro,” jawabnya dengan nada serius.
“Kita lawan aja mereka,” kataku panas.
“Belum tentu bisa, bro,” jawab William. Aku masih belum percaya semua perkataan William. Tapi aku juga bingung kenapa tiba-tiba Toni, Blacky dan Miss Tania menghilang.
“Kenapa kita harus kabur? Kita harus cari dulu Toni, Blacky dan Miss Tania,” sahutku kemudian.
“Nanti gua yang cari mereka, bro,” tatap Wiliam padaku. “Yang penting kalian selamat dulu.”
Aku menatap Fatty dan Thomas yang terlihat tegang. William benar. Mereka harus pergi dulu dari sini. Biar nanti aku dan William yang cari Toni dan Blacky dan Miss Tania. Kami tidak bisa pergi ke polisi, karena pasti nanti mereka menanyakan hal-hal yang lain, nanti malah terungkap kami bermaksud tidak baik pada Miss Tania.
Aku tidak bertanya lebih lanjut. Aku menatap ke bawah. Gila tinggi banget. Ini lantai 7, man.
“Will, gua uda iket di pegangan tangga. Gua yakin ikatannya kuat sekali. Bisa menahan bobot kita,” jelas Angga.
“Gua yakin ama lu, Nga. Lu kan suka mount climbing,” William menepuk bahu Angga.
“Lu yakin mau turun lewat tali, Nga?” tanyaku.
“Gua sih nyantai aja. Bener ga bener perkataan William tadi. Itung-itung buat gua sih latihan aja ini. Tapi kalo dia bohong, kita operin aja dia ke PSK tadi yang ketemu di lobi,” ujar Angga nyantai.
William nyengir.
“Cepetan bro,” ujar William.
“Pakai baju kalian untuk melindungi tangan kalian, kalo kalian berani turun,” Angga nyengir, dia sudah memakai sarung tangan tebal di tangannya. “Sori karena gua cuma punya sepasang.”
Aku merasa dia menganggap kami tidak berani turun lewat tali. Ya iyalah, ngapain. Bunuh dirinya namanya kalo aku turun pake tali. Aku sih mau turun lewat tangga. Lagipula aku tidak berniat kabur dari sini, aku harus menemukan teman-temanku yang lain dulu. Aku tidak percaya kata-kata William. Ini sih itung-itung refreshing liat temanku, Angga, memperlihatkan skillnya. Fatty dan Thomas terlihat khawatir.
“Hati-hati, bro,” ucap mereka.
“Nyantai aja bro,” Angga nyengir dan langsung merosot turun. Kami melihatnya turun melewati lantai 6…
Lantai 5…
Lantai 4…
Lantai 3…
Emang jago si Angga. Yes bentar lagi nyampe. Tidak terlihat tanda-tanda yang mencurigakan yang seperti William katakan. Suasana di bawah redup karena lampunya terlihat seadanya saja, tapi tidak ada siapapun. Seperti kata William tadi kalo di bawah sudah ada yang menjaga. Kayaknya William memang harus dioper ke PSK tadi karena becandanya sudah keterlaluan, pikirku.
Lantai 2…
Tiba-tiba ada sebersit bayangan yang meloncat dari dalam gedung apartemen. Menyergap Angga seakan-akan mendorongnya sehingga Angga terlempar dari talinya. Terdengar teriakan Angga sebelum Angga jatuh ke lantai paling bawah, bayangan itu dengan lincahnya menangkap tubuh Angga, menggendongnya di pundaknya dan menghilang masuk ke dalam gedung apartemen di lantai paling bawah.
“Apaan itu?” aku langsung merasa ngeri.
“Tidak bisa lewat tali juga,” William seperti berpikir sesuatu.
“Apa itu, Will?” tanyaku memegang kerah jaketnya. Aku menatapnya tajam.
Wajah Fatty dan Thomas terlihat ketakutan.
William terlihat biasa saja ketika kerahnya kutarik.
“Gua kan uda bilang, mereka sudah menjaga di bawah,” jawabnya tenang.
Aku bingung, aku melepaskan peganganku pada kerahnya.
“Jadi siapa mereka itu?” tanyaku sambil tanganku memegang pegangan besi di ujung lorong, menggenggamnya erat, aku membungkukkan badanku dan aku menatap ke ubin. Aku bingung, geram dan takut dalam waktu yang bersamaan. Aku mulai mempercayai perkataan William.
Bersambung
Pembaca setia BanyakCerita99, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)BTW yang mau Mensupport Admin BanyakCerita dengan Menklik Gambar Diatas dan admin akan semakin semangat dapat mengupdate cerita full langsung sampai Tamat.
Terima Kasih 🙂