Merindukan Kesederhanaan Part 29
Merindukan Kesederhanaan Part 29
Emang Aku Perduli
DUG!! DUG!! DUG!!
BRAK!! BRAK!! BRAK!!
Aku terbangun dengan setengah kaget saat pintu kamar ku digedor dengan kerasnya dari luar.
“Arrgghh…”
Aku merenggangkan badan ku dengan malasnya. Itu pasti Tiara. Aku lihat jam ternyata sudah jam enam lewat. Pantes dia membangunkan ku. Aku sebenarnya sengaja bangun siang dan berencana datang telat ke kantor. Semalam aku sampai rumah sudah jam satu. Jadi wajar lah ya kalau hari ini telat. Cuma masalahnya itu ponakan satu udah nggedor-nggedor pintu aja.
“Apaan siiih Tiaraaa? Brisik niiih,” protes ku padanya saat aku membuka pintu. Dia malah cengar-cengir.
“Om ga kerja?” dia bertanya dengan santainya.
“Kerja, tapi berangkat siang. Kan semalem om nyampenya juga udah malem banget,” aku mencubit pipi tembemnya lalu berjalan menuju sofa ruang tengah.
“Ngomong dong om kalau mau berangkat siaaang,” balasnya lagi dengan enteng tanpa rasa berdosa sedikitpun.
“Percumaaa. Kamu pasti tetep nggedor-nggedor pintu kaya tadi kan?”
“Hehehe. Oh iya, mana oleh-olehnya?”
“Oiya, bentar,” aku bangkit dan balik ke kamar ku lagi. Aku lalu membuka tas koper ku yang belum aku buka dari semalam.
“Niiih, om Ian mah baeeek, mau bawain oleh-oleh buat Tiara rese yang ngeselinnya ga ada duanya,” ucap ku menyombongkan diri sambil menyodorkan sekantung plastik yang isinya coklat dan beberapa cindera mata. Dia langsung meraihnya.
“Yeeey…asiiik dapet oleh-oleh dari om Ian jeleeek,” teriaknya girang lalu meninggalkan ku begitu saja. Dasar.
~¤~¤~¤~
Rencana ku yang ingin berangkat ke kantor siang pun pada akhirnya hanya tinggal kenangan. Tujuh empat lima pagi aku sudah tiba di kantor. Cuma ada satu kata yang aku rasakan pagi ini. Ngantuk. Bagaimana tidak, setalah kemarin aktifitas seharian di tempat workshop, trus lanjut dengan mengerjai mba Ayu, kalau yang ini salah ku sih, hehehe, lalu perjalanan Singapore – Jakarta, sampai rumah jam satu pagi, dan aku baru bisa tidur jam dua nya. Dan jam enam nya aku sudah di bangunkan dengan paksa yang membuat tidur ku tidak puas.
Tapi ya sudah lah. Nikmatin saja. Paling tidak seharian ini manajemen akan meeting semua, jadi kami para staff bisa lebih santai. Dan pagi ini suasana kantor masih sangat sepi. Setelah menaruh tas di ruangan, aku pergi ke pantry untuk membuat kopi. Ternyata disana baru ada mba Farah saja yang tempo hari itu nawarin susu nya, eh susu kopi. Eh, kopi susu.
“Pagiii,” aku menyapanya.
“Pagi mas Iaaan,” balasnya sambil tersenyum. “Eh, bukannya baru balik hari ini ya?” lanjutnya.
“Iya nih, tadi dari bandara langsung ke sini,” jawab ku bercanda.
“Hah?” Serius?”
“Hahaha, canda mba. Udah dari semalem kok.”
“Owh…kirain beneran.”
“Ya kali,” aku tersenyum.
“Lah terus kenapa? Kok maju?”
“Mba Ayu kan harus ikut meeting manajemen hari ini, jadinya ya dimajuin.”
“Oh iya ya. Terus gimana di sana? Seru dong pastinya?”
“Seru apanya, kan kita kerja mba bukan jalan-jalan.”
“Ah pasti nyuri-nyuri waktu kan buat jalan-jalan? Apalagi cuma berduaan sama cewek tercakep se kantor, hihihi,” dia tersenyum geli.
“Kita mah ndak kemana-mana kok. Cuma di hotel aja selain ke tempat acara ya…”
“Berartiii, seru-seruannya di hotel dong?” mba Farah bertanya seperti itu sambil tersenyum meledek.
“Ndak ada seru-serunya, tau ndiri kan mba Ayu kaya gimana,” balas ku sambil berbisik seolah menguatkan pandangan semua karyawan di kantor ini kalau mba Ayu itu memang gila kerja, jadi tidak ada waktu untuk berbuat yang aneh-aneh, atau pun sekedar jalan-jalan di Singapore.
“Hihihi, canda kali mas. Ya udah, mana oleh-olehnya?”
“Hehehe. Ada tuh di tas, ada coklat, pasti mba Farah suka. ke ruangan aja nanti ya,” tawar ku.
“Sipp deeeh.”
Mba Farah lalu melanjutkan sarapannya. Sedangkan aku sendiri mulai meracik kopi hitam kesukaan ku. Sekilas tentang mba Farah, orangnya memang rame dan suka bercanda. Termasuk aku yang sering dibercandainnya. Dia sebenarnya seumuran dengan ku. Dan mungkin aku malah lebih tua dari nya. Aku memanggilnya mba karena aku menghormatinya sebagai seorang karyawan yang lebih dulu bergabung dengan perusahaan ini.
“Kirain balik cepet karena ada yang dikangenin di sini,” lanjutnya di sela-sela makannya.
“Emang ada kok,” balas ku yang sekarang sudah duduk di sampingnya. Menikmati secangkir kopi pahit. Sepahit kisah cinta ku dengan Diah.
“Cie-cieee…siapa emangnya mas?”
“Kamu,” balas ku ngasal sambil memasang wajah se keren mungkin. Dia nampak tersipu lalu menepuk bahu kiri ku.
“Aaaa~ mas Ian bisa aja deh ngegombalnya! Bilangin mba Ayu loh biar dijewer,” balasnya manja.
“Apa hubungannya sama mba Ayu?”
“Kan kamu anak buahnya yang genit banget dan suka godain aku, hihihi.”
“Suka godain? Baru juga sekali…”
“Pengennya sih digodainnya berkali-kali mas, hihihi.”
“Hahaha.”
Kami tertawa bersama disela-sela candaan kami. Lalu tiba-tiba seseorang berdiri di depan pintu yang mengagetkan kami berdua. Mba Ayu?
“Eheem…dicariin kemana-mana ga ada taunya asik-asikan di sini!” ucapnya sewot. Dan ada sesuatu yang berbeda. Mati aku.
“Ikut ke ruangan sekarang!!” perintahnya tegas lalu meninggalkan kami begitu saja. Aku dan mba Farah bengong. Namun kemudian dia tertawa cekikikan.
“Hihihi.”
“Dih, kenapa ketawa?”
“Rasain tuh bos nya marah. Baru juga diomongin. Hahaha. Makanya jangan genit!” ledeknya. Aku hanya bisa garuk-garuk kepala lalu meninggalkannya.
Ada dua hal yang membuat ku bingung. Setau ku meeting manajemennya di luar kantor, alau ga salah di sebuah hotel di kawasan jakarta pusat, lalu kenapa mba Ayu bisa ada di sini? Kedua, kenapa mba Ayu bisa pas banget datengnya disaat aku dan mba Farah sedang asik bercanda berduaan di pantry? Apeees. Ga di sunat dua kali beruntung aku.
“Asik ya pagi-pagi udah SKSD sama cewek,” sindir mba Ayu.
Nah kan bener.
“Itu tadi ngobrol doang say, eh mba.”
“Aku mau rekap pembelian barang ke vendor selama satu tahun ini. Aku tunggu sampai jam…delapan pas. Cepet siapin! Aku udah ditunggu bos. Kalau sampai aku telat gara-gara kamu lama nyiapinnya, kamu yang aku salahin!”
Aku melotot mendengar ucapannya. Mampus!! Mampus!! Mampus!! Aku mengutuk diri ku sendiri dalam hati. Ini bukan sekedar SP lagi. Ini mba Ayu pasti ga suka aku dekat dengan mba Farah.
“Tapi mba?”
Mba Ayu lalu melihat jam di tangannya.
“Sepuluh menit lagi!!” balasnya singkat. Dan dengan cuek dia membuka tas nya lalu mengeluarkan alat make up nya.
Tidak mau membuang waktu, aku pun langsung menghidupkan PC ku dan mencari file rekapan yang di maksudnya. Untungnya, aku selalu meng’update file rekap itu setiap harinya. Jadi aku hanya perlu merapihkannya sedikit, plus memastikan bahwa data yang ada di file itu akurat.
Sesekali aku melirik ke arahnya. Masih dengan cuek, mba Ayu memoles wajahnya dengan alat riasnya. Tangannya dengan terampil merias wajahnya sendiri. Banyak sekali riasan yang dikenakannya. Membuat wajahnya nampak cantik dan mempesona. Termasuk aku yang terpesona akan kecantikannya. Ah, aku harus fokus dengan file rekap ini.
Jam delapan kurang dua menit, file sudah benar-benar rapi dan aku langsung mengirimkan file itu melalu email. Hufft. Untung aja keburu. Paling tidak ancaman SP sudah lepas dari diri ku. Tinggal bagaimana caranya melunakkan hati mba Ayu agar tidak marah.
“Mba, udah aku kirim tuh,” ucap ku padanya. Tak lama kemudian dia juga sudah selesai dengan make up nya.
“Bagus deh!”
“Maaf mbaaa,” ucap ku memelas.
“Makanyaaa! Di kantor itu kerja, bukannya bercanda-canda!!”
“Iya mbaaa, iyaaa.”
“Ya udah, aku mau jalan dulu. Kerja yang bener!! Awas kalau main-main terus!!” ancam mba Ayu lalu berdiri dan berjalan keluar meninggalkan ku sendirian di ruangan ini.
“Aarrgghh…” aku mendengus kesal. Salah ku juga sih tadi pakai bercandain mba Farah. Aku sendiri bingung kenapa aku bisa selepas itu dengannya. Padahal biasanya aku selalu jaim. Apa karena setelah mba Ayu melepas keperjakaan ku, aku jadi lepas pembawaannya. Emang itu ada korelasinya? Hahaha. Entahlah.
~¤~¤~¤~
Seharian ini aku bekerja dengan malas-malasan. Selain karena capek, aku juga tidak konsen karena sikap mba Ayu tadi pagi. Beberapa kali aku mengirimkan wasap kepadanya, tapi selau hanya di baca dan tidak dibalas. Bu Meily pun sampai bingung karena sikap ku yang tidak seperti biasanya.
Biasanya aku selalu rajin dan cekatan dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Tapi kali ini aku lemes. Letih. Loyo. Lunglai. Dan itu karena mba Ayu. Nanti malam aku harus menjelaskannya ke mba Ayu. Tapi, aku juga sudah ada janji juga dengan Kiki. Mana tadi pagi dia udah nanya jadi ga ketemuannya dan aku mengiyakannya lagi. Gimana nih?
Masih dengan kebingungan ku, tiba-tiba ada pesan wasap masuk. Mba Ayu.
“Pulang kantor jemput aku di halte busway Dukuh Atas!!”
Aku sempat gembira saat membaca wasapnya sebelum akhirnya bingung lagi karena teringat janji ku dengan kiki.
“Tapi mba? Aku ada janji sama Kiki…”
“Emang aku perduli?”
Balasan dari mba Ayu datang dengan cepat. Tapi sangat padat dan sangat menusuk. Mampus. Ini sih bukan masalah keperdulian lagi. Ini keharusan. Ya sudah deh. Terpaksa aku harus membatalkan janji ku dengan Kiki. Urusan dengan Kiki masih bisa besok lagi pikir ku. Segera ku telepon orangnya.
“Halo…kiii?”
“Hai, tumben nelpon? Nanti jadi kan?” tanya nya dari seberang dengan semangat.
“Ennnggg…” aku bingung menjawabnya. Bingung harus bilang gimana.
“Kenapa? Jadi kan nanti?”
“Anu, maaf, di pending dulu ya? Aku…” balas ku.
“Yaaah, kenapa?” suaranya mendadak berubah menjadi tidak bersemangat.
“Aku harus langsung pulang. Lagi pula aku capek banget nih Ki,” aku kembali berbohong.
“Yaaah, ya sudah deh. Lain kali aja kalau gitu,” jelas sekali kekecewaannya.
“Maaf ya Ki…”
“Gapapa kok, kan masih bisa besok lagi, hehehe. Ya udah kamu nanti langsung pulang aja, istirahat. Oiya jangan lupa makan yaah,” pesannya. Aku jadi semakin tidak enak.
“Iya Ki, makasih ya.”
“Sama-sama Iaaan.”
Sekarang malah jadi tidak enak dengan Kiki. Aku sudah berbohong padanya. Padahal selama ini tidak pernah ada yang kami tutup-tutupi diantara kami. Kita saling terbuka. Tapi ya sudah lah. Aku lalu melanjutkan kerja ku meski masih dengan malasnya. Malas karena membohongi Kiki. Maafin aku ya Ki.
~¤~¤~¤~
Dengan perasaan campur aduk, aku memacu motor ku dengan kecepatan tinggi. Salip kanan, salip kiri. Kesal dan takut campur adu jadi satu. Aku kesal pada diri ku sendiri karena sudah berbohong pada Kiki dan membatalkan janji dengannya secara sepihak. Di sisi lain aku juga takut kalau mba Ayu benar-benar marah pada ku.
Pukul enam sore, aku tiba di halte busway Dukuh Atas. Aku melihat mba Ayu sudah menunggu di sana dengan…muka yang ditekuk. Aku mencoba tersenyum, tapi tidak ada respon. Datar. Serem. Lebih serem dari kuntilanak karena kuntilanak aja ketawa mulu. Lah ini…
Ku berikan satu helm ku padanya. Hari ini aku memang membawa dua helm, yang satu lagi sebenarnya untuk Kiki, tapi semuanya jadi kacau gara-gara keisengan ku sendiri. Mba Ayu menerima helm ku masih dengan raut muka dinginnya.
“Lama banget!!” komentarnya pelan, namun tajam.
“Ya kan jam macet mba, maaf…”
“Mba siapa? Aku bukan mba mu!”
“Eh, iya maaf, Ayu,” aku mencoba tersenyum. Tapi percuma, ekspresi wajahnya masih datar.
“Namanya lama ya tetep lama, ga usah banyak alesan!”
“Hufft,” aku tertunduk lesu mendengar omelan-omelan dari mba Ayu. Kalau sudah begini rasanya pengen gantung diri saja. Duh Gusti…
“Udah cepet jalan!! Lelet banget sih!!” lagi-lagi mba Ayu mengomel dengan entengnya.
“Iya-iyaaa.”
Sabaaar…
~¤~¤~¤~
Tiba di kost an, mba Ayu langsung turun dari motor ku dan ninggalin aku gitu aja menuju kamarnya tanpa sepatah kata pun. Dengan perasaan bersalah, dan seperti mengemban dosa di pundak yang terasa berat, aku mengikutinya dengan lesu. Aku merasa seperti seorang panglima perang yang akan disidang karena seluruh pasukannya gugur karena kecerobohan ku sendiri.
Saat kami tiba di kamar, mba Ayu langsung membuka pintu dan masuk ke kamarnya. Pintu kamar tidak langsung ditutup, melainkan dibiarkannya terbuka lebar. Mba Ayu menaruh tas dan bungkusan yang dibawanya dari hotel tadi di meja.
“Berdiri disitu terus mau diliatin orang-orang?” mba Ayu bertanya dengan sewotnya. Aku menggeleng. Aku pun ikut masuk.
Mba Ayu lalu menanggalkan blouse yang di kenakannya dan menggantungnya di gantungan baju. Dia kemudian mengambil handuk, dan berjalan menuju lemari yang berada di sebelah kamar mandi. Aku tidak berani melihatnya. Tapi aku pikir dia akan langsung mandi. Dan benar saja, tidak lama kemudian terdengar suara air dari dalam kamar mandi.
Setelah menunggu setengah jam lebih, akhirnya mba Ayu selesai juga mandinya. Lama bener. Mba Ayu keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang melilit dari ketiak hinggga setengah pahanya. Aku sempet kaget melihatnya. Namun raut muka mba Ayu yang masih dingin dan jutek membuat ku tidak berani berkomentar apa-apa.
“Balik badan sana!! Aku mau pakaian dulu!!” perintahnya dengan galak. Ingin aku membalasnya Kenapa ga pakai baju di kamar mandi aja kalau ga mau diliatin? Tapi aku mengurungkannya karena jelas itu sama saja cari perkara. Hahaha.
Aku pun berbalik menghadap ke arah berlawanan dengannya. Terdengar suara pintu lemari terbuka, mba Ayu pasti sedang memilih baju. Pikiran ku kembali membayangkan bagaimana erotisnya tubuh mba Ayu. Bagaimana dia meliuk-liuk di atas penis ku. Atau bagaimana dia yang belingsatan merasakan ganasnya sodokan penis ku. Memikirkannya membuat penis ku bereaksi. Aku harus membuang jauh pikiran ini. Sekarang bukan waktu yang tepat.
“Itu tadi aku bawa makanan buat kamu, dimakan!” perintah mba Ayu masih tetap dengan raut wajah dinginnya. Dia lalu duduk di tempat tidurnya, bersandar pada dinding dan menyalakan TV.
“Masih kenyang aku, entar aja,” balas ku. Aku bukan masih kenyang, aku sudah lapar. Tapi aku tidak selera makan kalau momennya seperti ini.
“Udah capek-capek dibeliin ga mau makan juga. Tau gitu tadi kasih kucing aja.”
“Iya-iyaaa, ini aku makan, ya elah.”
“Kalau ga ikhlas makan ya ga usah di makan.”
“Ikhlas kok ikhlaaas, ikhlaaas banget.”
“Piringnya ada di rak bawah meja! Awas kalau berantakan!!”
“Kalau ndak ikhlas ngasih makan ya ga usah ngomel-ngomel!” balas ku pelan karena saking gemesnya dengan sikapnya. Sebenarnya aku ga punya posisi lebih untuk kesal kepadanya karena sebenarnya aku yang salah, tapi kadang kesal tidak melihat siapa yang salah siapa yang benar.
“Apa kamu bilang?”
“Endak sayang, endaaak. Ini aku makan.”
Tidak mau memperpanjang perdebatan, aku langsung menyantap makanan darinya ini. Ternyata mba Ayu kalau lagi marah seperti ini. Galak dan childish. Kok mirip Gita ya? Apa jangan-jangan mereka saudara yang terpisah? Kayak sinetron.
“Ayu…” aku memanggilnya. Dia masih menatap ke layar televisi.
“Makan dulu, ngomongnya nanti aja. Aku juga mau ngomong banyak sama kamu!”
“Iyaaa…”
Aku melanjutkan makan ku. Dengan perasaan campur aduk. Mau ngomong apa ya dia? Jangan-jangan mau mencecar ku lagi. Makan pun terasa hambar.
Selesai makan aku langsung membereskan bungkus nya dan membuangnya ke tempat sampah. Tak lupa piringnya aku bersihkan dan rapikan kembali. Setelah itu aku langsung menghampirinya. Duduk tepat di sebelah kanannya. Dia tidak berusaha menjauh tapi juga hanya dian saja.
“Aku minta maaf…” ucap ku pelan. Mba Ayu tidak menjawab, dia malah bangkit dan menjauh dari ku. Berjalan menuju tempat minun, menuangkan segelas air putih dan membawanya ke arah ku lagi.
“Abis makan tuh minum dulu,” ucapnya sambil menyodorkan gelas kepada ku. Sekilas dia sempat akan tersenyum, namun kemudian membuang muka.
“Makasih…”
“Hmmm…” balasnya malas.
“Ayu, aku minta maaf…”
“Maaf untuk apa?”
“Untuk tadi pagi,” jawab ku dengan lesu.
“Emang tadi pagi kenapa?”
“Tadi pagi…aku…”
“Kamu sebenernya anggep aku apa sih mas?” tanyanya sambil memukul-mukul dada ku. Aku tidak berusaha menghindar. Ku biarkan dia melampiaskan amarahnya. Hingga kemudian aku raih tubuhnya dan ku dekap erat.
“Aku…” aku bingung harus menjawabnya bagaimana. Aku hanya bisa memeluk tubuhnya.
“Kemarin kamu kasih aku harepan, kemarin kamu buat aku melayang-layang, kemarin kamu…”
“Aku…”
“Kenapa kamu bisa sedeket itu dengan Farah?”
“Aku…”
“Kamu anggep aku apa mas?” mba Ayu menangis di pelukan ku.
“Kamu adalah seseorang yang spesial di hati ku…” ucap ku sambil mempererat pelukan ku di tubuhnya.
“Kalau begitu aku mau kamu jaga jarak dengan Farah!”
“Iya, aku akan menjaga jarak,” ucap ku meyakinkannya sambil mengusap-usap punggung dan kepalanya.
“Aku tau aku ini bukan siapa-siapa. Dan kamu tau masa lalu ku seperti apa. Aku tidak pernah merasa pantas untuk mu. Kalau kamu memang menginginkan ku, aku mohon jaga perasaan ku. Tapi kalau kamu ga menginginkan ku, aku yang akan menjaga jarak dengan mu. Dan, jangan beri aku harapan lagi, hiks…” ucap mba Ayu sambil terisak. Aku semakin erat memeluknya.
“Iya sayang, aku janji ndak akan ngulanginnya lagi. Aku janji hanya ada kamu di sini,” balas ku sambil meletakan telapak tangannya di dada ku. Aku sebenarnya masih ragu dengan kalimat yang aku ucapkan. Entah dari mana keberanian ini datang hingga aku bisa mengucapkannya. Tapi yang pasti, mengingat apa yang sudah aku lakukan dengannya selama di Singapore kemarin membuat ku tidak tega untuk meninggalkannya. Aku sudah memberikannya harapan. Dan aku tidak ingin membuatnya kecewa.
“Bener?”
“Iya,” aku tersenyum. Mba Ayu membalasnya.
“Makasih.”
“Sama-sama Ayu ku…”
Kami masih berpelukan. Mba Ayu lalu tersenyum.
“Maaf, seharian ini aku nyuekin kamu mas.”
“Ndak apa-apa, aku ngerti kok apa yang kamu rasain.”
“Apaan coba?”
“Kamu cemburu, hehehe,” aku meledeknya.
“Aku ga salah kan mas kalau cemburu?” tanya nya polos. Aku pikir dia akan berkilah, tapi ternyata dia mengakuinya.
“Enggak sayang.”
“Makasih mas, aku…sayang sama kamu mas, ga nyangka setelah dari Singapore perasaan ini semakin kuat,” ucapnya sambil mendongak ke atas.
“Aku juga sayang sama kamu Ayu, mba ku, atasan ku, yang sok dewasa tapi kalau udah ngambek manjanya ampun-ampunan, hehehe.”
“Aaaa… rese kamu mas, aku kan manja karena kamu!” ucapnya manja sambil mencubit pelan pinggang ku. Kami lalu terdiam sesaat. Mba Ayu masih berada di dalam pelukan ku. Ku belai pipi nya yang mulus.
“Jadi?” aku membuka pembicaraan.
“Jadi apa mas?” tanya nya balik.
“Kitaaa?”
“Kita apaaa?” tanyanya balik lagi dengan manja.
“Jadian? Aku milik mu, kamu milik ku…”
Mba Ayu tidak menjawab. Wajahnya tersipu lalu menunduk. Ku raih dagunya hingga kami saling memandang. Ku tatap matanya. Dia nampak malu dan membuang muka.
“Apa mas yakin? Aku kan udah ga…”
“Kamu ndak usah mikirin itu lagi, aku kan udah bilang aku ndak akan mempermasalahkannya. Kamu percaya kan?”
“Iya, aku percaya mas, makasih.” Mba Ayu kembali menunduk.
Ku dekap erat tubuh mungilnya. Kuresapi kehangatan dan kelembutan hatinya. Aku tidak mengira jalan hidup ku akan seperti ini. Menjalin hubungan dengan wanita yang lebih tua dari ku. Yang sebelumnya aku menganggapnya seperti kakak ku sendiri. Atasan ku sendiri di tempat ku bekerja.
Tapi, satu hal yang masih mengganjal. Apa benar ini cinta? Apa benar ini sayang? Aku masih ragu. Tapi kembali lagi aku mengingat apa yang sudah terjadi diantara kami rasanya aku tidak tega jika harus melepaskannya. Semoga ini bukan perasaan yang hanya dilandasi rasa kasihan. Kalau pun memang seperti itu, semoga aku bisa mencintainya setulus cinta ku pada…Diah.
“Mas…”
“Ya?”
“Bukannya kamu janji ketemuan sama Kiki ya sekarang?”
“Aku menundanya, ndak apa-apa kan kalau besok aku ketemuan sama dia?”
“Iya gapapa mas, aku yang jadi ga enak sebenernya.”
“Ndak usah dipikirin, Kiki pasti ngerti kok.”
“Ga kaya aku ya mas?” tanya nya pelan. Seperti merasa bersalah.
“Kamu sama pengertiannya kok,” aku mencoba menghiburnya.
“Hahaha. Mas menghibur aku doang.”
“Hahaha,” kami tertawa bersama.
“Kalau sama Kiki, mas masih boleh kok deket, sama yang lain juga boleh deh deket, asal hati mas cuma buat aku,” ucap mba Ayu lagi.
“Lah? Labil banget, tadi bilang ndak boleh, hahaha.”
“Aku ga mau mengekang kamu, aku ga mau kamu ga nyaman.”
“Aku nyaman kok, percaya deh.”
“Makasih mas, aku seneng banget. Kamu dateng pas banget di saat aku butuh seseorang.”
“Dan aku tidak akan pernah pergi meninggalkan mu, aku janji.”
Cuup
Mba Ayu mengecup pipi ku.
“Semoga…” dia tersenyum.
“Jadi, beneran nih aku masih boleh sahabatan sama Kiki?”
“Boleh dong, Kiki kan sahabat kamu dari lama, aku sih percaya kok kalau sama Kiki.”
“Hehehe, makasih ya sayang.”
Cuup
Kubalas mengecup keningnya.
“Kamu sekarang hangat, hihihi.”
“Maksudnya?”
“Iyaa, sikap kamu hangat, kamu sekarang ga malu-malu lagi buat meluk atau cium kening aku, dulu mah boro-boro.”
“Hehehe, dulu kan kita belum ada hubungan apa-apa,” balas ku.
“Iya sih, tapi ga apa-apa kok, aku suka. Itu artinya kamu bisa menjaga sikap kamu sama orang yang ga ada hubungan apa-apa sama kamu, dan kamu juga bisa harus bersikap gimana sama orang yang ada hubungannya sama kamu,” jelasnya. Aku bingung dengan kalimatnya. Hahaha.
“Kok muter-muter ya kalimatnya?” canda ku.
“Ya pokoknya begitu deh!”
“Tapi tadi pagi aku udah buat kamu kesel,” aku mencoba berkata jujur.
“Kalau cuma becandaan sih aku masih ngerti kok karena kita kan hidup ga sendiri, tapi awas aja ya kalau sampai berani peluk-peluk cewek lain!” ancamnya sambil melotot.
“Awas kenapa?”
“Aku bejeg-bejeg dedenya, hihihi,” jawabnya kegelian sendiri.
“Yakin? Kalau dede nya kenapa-napa entar kamu yang repot lho…” canda ku.
“Haha, iya ya…” mba Ayu berfikir.
“Belum tentu juga ada yang mau aku peluk kok.”
“Hahaha, iya sih, kamu kan jelek,” ejeknya.
“Tapi kamu suka,” balas ku.
Kami tertawa bersama, menikmati momen kebersamaan. Saling meresapi. Saling mengisi. Nyaman sekali rasanya.
“Mas?”
“Ya?”
“Kamu beneran yakin dengan hubungan kita?”
“Kenapa malah kamu nya yang ragu?”
“Aku cuma ga mau kamu menyesal. Kamu ga akan mendapatkan apa yang seharusnya kamu dapatkan dari istri kamu, kalau memang kita berjodoh.”
“Aku kan sudah bilang, aku ndak mempermasalahkan itu. Aku akan menerima kamu apa adanya, sebagaimana kamu juga akan menerima aku apa adanya. Karena aku sadar aku bukan lah pria yang sempurna.”
“Asek dah…”
“Hahaha.”
“Kamu memang paling bisa bikin aku meleleh lemes mas, hehehe.”
“Hahaha, kamu paling bisa bikin aku tegang,” balas ku bercanda. Kami tertawa kembali. Kami saling memandang. Lalu entah siapa yang memulai terlebih dahulu, bibir kami sudah saling bersentuhan.
Slurrrp…
Kami berciuman dengan lembut. Saling melumat. Saling menjilat. Sentuhan bibir dan lidahnya di bibir ku seolah menjadi sengatan-sengatan listrik yang membuat ku melayang-layang.
“Aahhsshh…slurrrp…aahhsshh…”
Lidah kami saling beradu. Saling memainkan. Kadang lidah ku menerobos masuk kedalam mulut nya, kadang sebaliknya. Mungkin insting ku sudah terlatih semenjak kejadian di Singapore. Tangan ku tidak tinggal diam. Jari jemari ku menyusup masuk ke dalam baju tidur nya lewat bawah. Sedikit ku singkap baju tidur itu. Tangan ku langsung menggapai payudaranya yang kenyal.
“Aahhsshh…maasshh…”
Ternyata mba Ayu tidak mengenakan BH. Langsung ku mainkan putingnya. Mba Ayu kembali mendesah pelan. Tangannya pun tanpa dipandu juga mulai meremasi penis ku dari luar celana ku.
“Aahhsshh…” mba Ayu kembali mendesah.
Mba Ayu tersenyum penuh arti. Dia lalu bangkit. Dibiarkannya baju tidur nya tersingkap ke atas membuat dua bukit kembarnya menggantung dengan indanya di depan ku. Tangannya kemudian mendarat lagi ke selangkangan ku. Dengan cekatan dia melepas ikat pinggang dan kaitan di celana ku. Lalu ditariknya celana beserta celana dalam ku hingga ke paha.
Mba Ayu kembali tersenyum penuh arti. Matanya mengerling. Aku hanya pasrah dengan perlakuannnya. Kepalanya lalu maju dan menunduk menuju penis ku yang sudah setengah mengeras. Hampir kepala penis ku masuk ke dalam mulutnya lalu tiba-tiba…
Teng…! Teng…! Teng…!
Sebuah suara mengagetkan kami. Suara tukang bakso keliling sepertinya. Kami saling pandang. Dan hampir tertawa. Konsentrasi kami mendadak buyar.
Mba Ayu lalu bangkit dari berlututnya dan merapikan baju nya yang agak kusut lalu berjalan ke depan dan melihat ke sekitar kost nya.
“Tukang bakso ya?” tanya ku.
“Iya, hahaha,” balas nya lalu berjalan masuk lagi. “Tapi tumbenan lho sepi banget ini kost,” lanjutnya.
“Enak dong sepi!” canda ku iseng.
“Mau apa hayooo?” tanya balik mba Ayu galak sambil me julurkan lidahnya. Tapi kemudian dia tersenyum dan menghampiri ku.
“Lanjutin yang tadi yaaah…” pinta ku.
Bukannya merespon ajakan ku, mba Ayu malah merapikan celana ku. Aku pun bingung dibuatnya.
“Pulang sana! Udah malem tuh.”
“Yaah, pulang nih? Ga lanjut dong?”
“Enggak ah! Dedenya di skors dulu ga boleh masuk, hihihi”
“Yaaah…”
“Udaaah pulaaang…”
“Tapi aku masih kangen…” aku merayu.
“Halaaah. Gombal. Mas pengen kan?”
“Hehehe…” aku menggaruk kepala ku sendiri.
“Sebagai hukuman yang tadi pagi, ga ada jatah buat mas hari ini! Hihihi.”
“Yah…kok gitu?”
“Bodo!”
“Sekali aja deeeh…”
“Enggak!!”
“Kamu ndak kasihan sama aku?”
“Mas tulus kan sayangnya sama aku?” tanya nya balik. Skak Mat deh.
“I-iya aku tulus kok.”
“Kalau begitu gituannya ga harus sekarang kaaan?”
“I-iya.”
“Hihihi. Kalau begitu sekarang pulang, lagian aku capek banget mas pengen istirahat…” keluhnya. Kasian juga pikir ku. Mba Ayu pasti kecapekan.
“Iya sama aku juga capek sih. Ya udah deh aku pulang,” aku tersenyum pada nya. Meskipun sedikit kecewa. Dengan perasaan berat aku pun bersiap-siap untuk pulang. Haah. Si junior dapet skors dari bu gurunya. Hahaha. Mba Ayu tersenyum geli melihat kekecewaan ku.
“Seneng banget kayanya?” sindir ku. Aku sudah berdiri di depan pintu kost nya.
“Hehehe, sabar ya dede…” balas mba Ayu sambil meremas penis ku pelan. Aku sempet kaget dibuatnya. Takut kalau ada yang melihat. “Besok kita ketemu lagi kok, hihihi,” lanjutnya.
“Berarti besok jatahnya dobel ya?” canda ku lagi.
“Kata siapa? Orang dede nya di skors ga boleh masuk selama satu bulan, hihihi.”
“HAH? Satu buuuulaan?”
Alaamaaak…
~¤~¤~¤~
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam, aku tiba di rumah dari kost mba Ayu. Hari ini, rasanya hati ku kembali berbunga-bunga. Hahaha. Meskipun aku belum yakin seratus persen dengan perasaan ku ke mba Ayu, tapi aku yakin ini adalah waktu yang pas untuk diri ku membuka diri. Dan aku akan berusaha untuk mencintai dan menyayanginya sepenuh hati ku. Untuk mba Ayu. Semoga ini menjadi awal yang indah untuj kami berdua.
Setelah selesai bersih-bersih, sesaat sebelum aku memejamkan mata ku untuk istirahat, sebuah pesan wasap masuk ke HP ku. Aku lalu melihatnya. Kiki?
“Kamu kenapa bo’ong? Kamu ga langsung pulang kan tadi”
Waduuuh…
[Bersambung]
Hallo Gaiss, Disini Admin BanyakCerita99
Agar Admin Semakin Semangat Update Cerita Cerita Seru Seterusnya, Bantu Klik Iklan yang Ngambang ya.
Atau Gambar Dibawah INI
Pembaca setia BanyakCerita99, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)BTW yang mau Mensupport Admin BanyakCerita dengan Menklik Gambar Diatas dan admin akan semakin semangat dapat mengupdate cerita full langsung sampai Tamat.
Terima Kasih 🙂