Cerita Dewasa Setelah Walk in Interview
Sebenernya kamar ini untuk berdua, dengan Rini, itu lho yang tadi pagi ikut tes juga, jelasnya, Tapi dia langsung pulang Jakarta pake kereta terakhir tadi sore, katanya besok mau ada acara apa gitu di keluarganya .
Kita memasak air dengan menggunakan ketel elektrik yang disediakan hotel untuk kemudian masingmasing menikmati secangkir coffemix panas. Kursi sengaja kita balikkan menghadap ke jendela, untuk memandang Jalan Tamblong yang telah temaram dan senyap.
Sesekali terlihat mobil melintas dengan kecepatan di atas ratarata, mungkin karena sudah malam. Begitupun suasana di kamar ini, hanya suara MTV Asia dari TV yang dihidupkan yang menemani perbincangan kita, menggantikan cahaya lampu yang memang kami padamkan.
Entah mengapa, saya merasa begitu dekat dengan Tia, padahal baru beberapa jam kita berkenalan. Ah sekali lagi, mungkin saya terlalu terbawa suasana.
Namun kali ini ternyata Tia yang duduk di sebelah saya bukanlah seperti Tia yang saya kenal dalam jamjam terdahulu.
Dalam curhatnya, ia terlihat sangat rapuh. Entah memang nasib saya untuk selalu menjadi tempat curhat orang lain.
Dari dulu semasa di bangku sekolah hingga kini setelah menamatkan pendidikan tinggi, saya selalu dijadikan tempat curhat orangorang dalam lingkaran terdekat saya.
Dan kini saya harus menghadapi Tia yang sesekali sesunggukkan, meremasremas sapu tangannya dan menghapus air matanya yang mulai jatuh satu persatu. Love, look what you have done to her, bastard!!
Saya bangkit dari duduk dan berjalan perlahan menghampirinya. Saya hanya bisa termangu berdiri di sampingnya dan melihat ke luar untuk menunggunya menyelesaikan kisahkisah yang menyesakkannya selama berbulanbulan.
Saya mencoba menenangkannya sebisa saya dengan menganalisis kehidupannya dari berbagai perspektif. Saya hanya bisa mengatakan bahwa ia masih beruntung karena ditunjukkan ketidaksetiaan kekasihnya pada saat mereka belum menikah, karena akan lebih sangat menyakitkan jika semua itu dihadapi justru ketika mereka telah menikah.
Setelah beberapa waktu kita membahasnya, Tia terlihat sudah agak tenang. Thanks Ryo, kamu mau jadi tempat sampah Tia, katanya sambil sedikit tersenyum.
That what friends are for, jawab saya singkat sambil menepuknepuk kepalanya seperti kepada seorang anak kecil, padahal dia 3 tahun lebih tua daripada saya, hehehe..pamali tau!!
Saya duduk lesehan di karpet bersandarkan pada tepi ranjang sambil meluruskan kaki. Hhmmm..enak juga duduk posisi kayak gini. Tidak berapa lama kemudian Tia menyusul turun dari kursi dan bergabung duduk dengan posisi lesehan di sampingku.
Kayaknya enak banget lihat gaya kamu, katanya sebelum dia menyusulku duduk di karpet. Ryo, kamu itu aneh yah ?, tibatiba suara Tia menyentakku.
Aneh selanjutnya bagaimana maksud loe?, tanya saya asal sambil menirukan sebuah dialog sinetron Si Doel beberapa waktu yang lalu. Hihihihi. terdengar Tia cekikikan mendengarnya.
Ya aneh aja, Tia baru kenal kamu hari ini, tapi rasanya Tia udah kenal sama kamu lama banget, katanya lagi, Sampai Tia mau curhat sama kamu, padahal Tia paling jarang curhat, apalagi sama orang yang baru kenal.
Sama, Aku juga gitu kok Ya, janganjangan kita pernah ketemu di kehidupan sebelumnya yah ?, jawab saya sambil nyengir.
Adaada aja kamu., katanya sambil tibatiba merebahkan kepalanya di bahu kananku. Jujur aja saya cukup terkejut menerima perlakuannya, but santai aja, lagipula apalah yang mungkin terjadi dari sebuah bahu untuk menyandarkan kepala sejenak ?
Cukup lama kita masingmasing terdiam dalam posisi ini sambil memandang sebagian horizon langit yang dipenuhi kerlapkerlip bintang dari jendela kamarnya. Sayup sayup terdengar dari TV rintihan Sinnead OConnor yang tengah menyanyikan lagu legendarisnya :